Sebuah Rangkuman

destiani.
2 min readApr 17, 2020

Apa yang terlihat oleh mata, belum tentu hal yang nyata.

Aneh rasanya ketika hal yang dulu membuatmu terkaku dan membisu tidak lagi menerkammu untuk patuh. Setelah sekian lama tanpa berita, akhirnya bersua juga. Bagaimana kabarmu?

Sebuah diagram yang pernah beredar di linimasa ternyata ada benarnya juga; diawali dengan penyangkalan dan diakhiri dengan penyembuhan. Tapi, sebelum beranjak ke sana, izinkan aku menarikmu sejenak pada sebuah halu.

Lucu bagaimana ketika kebanyakan orang yang jatuh cinta seringkali tidak pernah benar-benar sadar akan dirinya sendiri. Menurunkan idealisme, berpura menjadi seseorang yang lain agar diterima, melupakan beberapa jati diri, melakukan hal-hal di luar akal sehat, dan yang paling menggelikan sekaligus menyedihkan adalah, ketika yang dianggap cinta ternyata hanya proyeksi atau gambaran sosok ideal yang didamba─bukan sosok yang sebenar-benarnya nyata.

Lalu, ekspektasi ditabrak oleh nyata. Ia ternyata fana.

Kiranya hati tidak pernah sanggup terhantam oleh lonjakan yang tiba-tiba; ia menyangkal segala yang terapung ke permukaan. Setiap orang mempunyai caranya masing-masing dalam menyikapi hal ini. Ada yang mengganti rasa sedih dengan meriuhkan diri atau bahkan menjadikannya sebagai bahan bakar amarah. Ada yang berlari dari patah ke kesenangan yang sementara. Dan, ada juga yang menepisnya dengan berjarak dari apa pun yang membuatnya nelangsa. Kemudian, ketika tersadar akan rasa yang sesungguhnya, ia akan teriris seperti tidak ada lagi hari esok.

Tidak apa-apa. Kita semua baik-baik saja pada akhirnya. Ini semua hanya soal waktu dan kesadaran untuk memproses dan mengolah semua rasa yang muncul. Izinkan aku memelukmu melalui tulisan ini.

Tidak semua hal yang kamu pikir diciptakan untukmu, benar-benar diciptakan untukmu. Katanya, apa yang memang tercipta untukmu, akan menemukan jalannya sendiri untuk menemuimu. Maka ketika bertemu, tidak lagi perlu banyak berupaya untuk akhirnya diterima, juga tidak perlu banyak pinta atau harap agar seirama. Jujur pada diri sendiri adalah hal yang perlu.

Ada yang bilang, seberapa layak kita untuk mendapat sesuatu, didasari oleh seberapa layak kita untuk menerimanya. Maka, sudahkah kamu melihat pada diri sendiri, sudah pada titik mana kamu sanggup untuk mendapatkan? Daripada mematok kriteria ideal pada orang lain, mengapa tidak untuk meraih kriteria ideal untuk diri sendiri terlebih dahulu? :)

Semoga pada saatnya kita berlabuh, kita tidak lagi hilang arah; membius diri dengan ekspektasi atau hasrat yang semu. Berlabuh dengan sadar; seperti menginjak dan menyayangi bumi dengan segala keindahan dan keterbatsannya.

(Bandung, 17 April 2020)

--

--

destiani.

dive in to the thoughts i drown into; a place for me to have a deeper connection with myself.