Pejalan

destiani.
Nov 14, 2020

Bertahankah kita ini manusia?
Yang dalam riang, ringkih, rumit, dan terhimpit.
Ada bahagia, tidak bahagia.
Ada di sini, ada di sana, ditikam-tikam rasa.

Mengapa kita senang berpura-pura? Memelihara rasa yang kita tahu tidak akan mencapai titik inti. Memeriahkan masa yang berujung buncah sendiri. Bersemayam dalam kenyamanan yang kita paksa untuk ada. Berbekal aman yang tidak seberapa, alih-alih karena enggan membatalkan janji yang sudah terlanjur terucap.

Mungkin, rasa memang ada kadarnya. Tidak ada yang tahu sedalam apa ia bisa terbuka, kecuali diri sendiri. Lantas, mengapa kita enggan untuk menerimanya? Terlalu pengecutkah kita untuk menghadapi perubahan? Atau, terlalu tahu dirikah kita untuk tak lagi berdansa dengan angan?

Menjaga rasa yang lain, tapi lupa bahwa diri sendiri juga punya rasa (yang acap kali diabaikan). Berkata bahwa setiap insan bertanggungjawab atas perasaannya sendiri, tapi kerap menyembelih hati sendiri agar yang lain bisa selamat. Sudikah kita untuk pada akhirnya jujur dan berlaku adil terhadap diri sendiri?

Tak bisa aku pastikan bahwa kejujuran bisa mengantarkan impi. Dan mungkin, memang seperti itulah semesta bekerja. Kita bersandar pada waktu, bertengger pada keadaan, hingga akhirnya berlabuh pada cukup.

(Bandung, 15 November 2020)

--

--

destiani.

dive in to the thoughts i drown into; a place for me to have a deeper connection with myself.