Partikulat

destiani.
1 min readJul 6, 2020

Tidak pernah aku kira bahwa serpihan partikel dapat saling terhubung dan dalam satu momen, mereka tergabung menjadi sebuah partikulat. Seperti serpihan puzzle yang berserakan, kita menyusunnya menjadi satu kesatuan gambar yang lalu memiliki sebuah arti.

Dunia yang pernah kupikirkan sedemikian rupa, ternyata, hanyalah kumpulan dari masalah-masalah yang dibumbui oleh kefanaan. Masalah, yang terbentuk dari sudut pandang mana yang terlihat, bisa dilihat, dan apakah mau mencari tahu bahwa masih ada banyak sudut-sudut lain yang belum terlihat?

Berpikir. Berpikir. Berpikir.

Melatih pandang secara objektif, bukan asumtif. Bertanya untuk fakta, tanpa sebut spekulasi lebih dini. Menerima kasih, tanpa meminta lebih banyak. Mengolah ekspektasi, memaklumi rasa kecewa. Memilah diri, mengelompokkan ego.

Ego.

Kawan kita yang satu ini, memang lihai bersembunyi. Ia bersemayam dalam keinginan-keinginan yang membuncah, tanpa memikirkan akibat, tanpa peduli yang terlibat. Lupa, bahwa apa-apa yang berlebihan, akhirnya akan hancur tergerus hasrat yang tidak akan pernah puas. Terlebih, jika tidak pernah sekali pun disadari. Seberapa cukupkah arti ‘cukup’ untukmu?

Kita semua terluka. Tidak semua bisa memberi dengan takaran yang sama. Berapa pun itu, anggap saja bahwa apa yang sudah diterima, merupakan takaran yang pas. Sebuah transaksi tanpa nilai tukar, karena memang tidak akan pernah bisa ternilai.

“Please, control yourself. Nanti ketemu.”

Sore hari di sebuah sudut tengah kota, aku menemuimu. Bersamaan dengan rasa takut yang kubawa, kita menyelesaikannya. Berdiskusi rasa, menjelaskan aksi, membuka lembar-lembar yang sebelumnya tidak kuasa untuk kita buka.

“(Jaga diri) baik-baik, ya?”
“You too. Hati-hati di jalan.”

(Bandung, 4 Juli 2020)

--

--

destiani.

dive in to the thoughts i drown into; a place for me to have a deeper connection with myself.